14 November 2016

Ternyata Dasar Negara Indonesia Bukan Pancasila

uud 45
Apa yang disampaikan oleh Dr. Eggi Sudjana SH MSi dalam talkshow di TV swasta malam itu sangat mengejutkan banyak pihak. Beliau menyebutkan bahwa jika dicermati, ternyata justru negara Indonesia ini secara hukum bukanlah berdasarkan Pancasila. 
Pernyataan itu muncul saat berdebat dengan Abdul Muqsith yang mewakili kalangan AKK-BB. Saat itu Abdul Muqsith menyatakan bahwa Indonesia bukan negara Islam, bukan berdasarkan Al Qura’n dan Al Hadits, namun berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Mungkin Abdul Muqsith ingin menegaskan bahwa Ahmadiyah boleh saja melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, toh negara kita kan bukan negara Islam, bukan berdasarkan Quran dan Hadits.
Tetapi tiba-tiba Mas Eggi balik bertanya tentang siapa yang bilang bahwa dasar negara kita ini Pancasila? Mana dasar hukumnya kita mengatakan itu?
Abdul Muqsith cukup bingung diserang dengan pertanyaan seperti itu. Rupanya dia tidak siap ketika diminta untuk menyebutkan dasar ungkapan bahwa negara kita ini berdasarkan Pancasila dan UUD 45

Ketika itulah mas Eggi langsung menyebutkan bahwa yang adalah UUD 45 menyebutkan tentang dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan Pancasila. Sebagaimana yang disebutkan dalam UUD 45 pasal 29 ayat 1.
Jika dipikir-pikir, ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh Eggi Sujana itu. Mana teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila. Kita yang awam ini agak kaget juga mendengar jawaban Eggi.
Entahlah apa ada ahli hukum lain yang bisa menjawabnya. Yang jelas si Abdul Muasith itu hanya bisa diam saja, tanpa bisa menjawab apa yang ditegaskan oleh Eggi Sujana.
Dan rasanya kita memang tidak atau belum menemukan teks resmi yang menyebutkan bahwa dasar negara kita ini Pancasila.
Diskusi itu menjadi menarik, lantaran kita baru saja tersadar bahwa dasar negara kita menurut UUD 45 ternyata bukan Pancasila sebagaimana yang sering kita hafal selama ini sejak SD. Pasal 29 UUD 45 ayat 1 memang menyebutkan begini:
1. Negara berdasar Atas Ketuhanan yang Maha Esa
Lalu siapakah Tuhan yang dimaksud dalam pasal tersebut, jawabannya menurut Eggi adalah Allah SWT. Karena di pembukaan UUD 45 memang telah disebutkan secara tegas tentang kemerdekaan Indonesia yang merupakan berkat rahmat Allah SWT.
Dalam argumentasi mas Eggi, yang namanya batang tubuh dengan pembukaan tidak boleh terpisah-pisah atau berlawanan. Jika dalam batang tubuh yaitu pasal 29 ayat 1 disebutkan bahwa negara Indonesia berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, maka Tuhan itu bukan sekedar Maha Esa, juga bukan berarti tuhannya semua agama. Namun tuhannnya umat Islam, yaitu Allah SWT.
Hal itu lantaran secara tegas Pembukaan UUD 45 menyebutkan lafadz Allah SWT. Dan hal itu tidak boleh ditafsirkan menjadi segala macam Tuhan, bukan asal Tuhan dan bukan tuhan-tuhan buat agama lain. Tuhan Yang Maha Esa di pasal 29 ayat 1 itu harus dipahami oleh rakyat Indonesia sebagai Allah SWT, bukan Yesus, bukan Bunda Maria, bukan Sidharta Gautama, bukan dewa atau pun tuhan-tuhan dalam nama yang lain.
Terlepas apakah nanti ada ahli hukum tata negara yang bisa membantah pemikiran Eggi Sujana itu, yang pasti Abdul Muqsith tidak bisa menjawabnya. Dan pandangan bahwa negara kita ini bukan negara Islam serta tidak berdasarkan Quran dan Sunah, secara jujur harus kita akui harus dikoreksi kembali.
Sebab jika kita lihat latar belakang semangat dan juga sejarah terbentuknya UUD 45 oleh para pendiri negeri ini, nuansa Islam sangat kental. Bahkan ada opsi yang cukup lama untuk menjadikan negara Indonesia ini sebagai negara Islam yang formal.
Bahkan awalnya, sila pertama dari Pancasila itu masih ada tambahan 7 kata, yaitu: dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya.
Namun lewat tipu muslihat dan kebohongan para penguasa, dan tentunya melewati perdebatan yang sangat panjang, 7 kata itu harus dihapuskan. Sekedar memperhatikan kepentingan kalangan Kristen yang merasa keberatan dan main ancam mau memisahkan diri dari NKRI.
Padahal 7 kata itu sama sekali tidak mengusik kepentingan agama dan ibadah mereka. Toh Indonesia ini memang mayoritas muslim, namun betapa lucunya tingkah mereka, tatkala pihak mayoritas mau menetapkan hukum di dalam lingkungan mereka sendiri lewat Pancasila, kok bisa-bisanya orang-orang di luar agama Islam pakai acara protes segala. Padahal apa urusannya mereka dengan 7 kata itu.
Jika dipikir lebih mendalam, betapa tidak etisnya kalangan Kristen saat awal kita mendirikan negara, di mana mereka sudah ikut campur urusan agama lain, yang mayoritas pula. Sampai mereka berani nekat mau memisahkan diri sambil berdusta bahwa Indonesia bagian timur akan segera memisahkan diri kalau 7 kata itu tidak dihapus.
Akhirnya dengan legowo para ulama dan pendiri negara ini menghapus 7 kata itu, demi persatuan dan kesatuan. Tapi apa lacur, air susu dibalas air tuba. Alih-alih bisa duduk rukun dan akur, kalangan Ekstrem Kristen yang didukung kalangan sekuler itu tidak pernah berhenti ingin menyingkirkan Islam dari negara ini.
Dan semangat penyingkiran Islam dari negara semakin menjadi-jadi dengan adanya penekanan asas tunggal di zaman Soeharto. Semua ormas apalagi orsospol wajib berasas Pancasila.
Sesuatu yang di dalam UUD 45 tidak pernah disebut-sebut. Malah yang disebut justru negara ini berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa. Dan Tuhan yang dimaksud itu adalah Allah SWT sesuai dengan yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 45.
Jadi sangat tepat jika kalangan sekuler harus sibuk membuka-buka kembali literatur untuk cari-cari argumen yang sekiranya bisa membuat Islam jauh dari negara ini.
Namanya perjuangan, pasti mereka akan terus mencari dan mencari argumen-argumen yang sekiranya bisa dijadikan bahan untuk dijadikan alibi untuk menjauhkan Islam dari negara. Sebab mereka memang sangat alergi dengan Islam. Seolah-olah ajaran Islam itu harus diberantas, atau merupakan bahaya laten yang harus diwaspadai.
Kita harus mengakui bahwa kalangan sekuler anti Islam itu di negeri ini sangat banyak. Dalam kepala mereka, mungkin lebih baik negara ini menjadi komunis dari pada jadi negara Islam.
Wallahu A’lam.
Oleh: Ahmad Sarwat, Lc
Sumber: kabarmakkah.com

24 Juli 2013

Pilkades: Menyisakan Fanatisme Jahiliyah

Di berbagai media bertebaran ekses dari pilkades (pilkada, pemilukada, pilbup, pilgub, pileg, dan pilpres). Di Berbagai tempat terkuak fakta sisi lain dari pilkades. Kegembiraan pemenang. Sorak sorai pendukung. Sujud syukur tim sukses bercampur baur dengan keterpurukan dan kesedihan yang kalah. Kemurungan pecundang. Dan keberingasan pendukung. Ada yang bermain di koridor normatif. Menggugat pasal-pasal yang dilanggar. Mengadukan pelanggaran-pelanggaran lawan. Di tataran sinisme menyebar kelemahan-kelemahan seteru. Mengungkit masa lalu yang tak terkait. Di wilayah emosi: menghujat dan memfitnah. Memutuskan persahaban dan persaudaraan demi membela sebuah nomor. Terseruak melebar fanatisme. Menganga dalam kenyataan fanatisme jahiliyah. Kebodohan kemunduran kedhoifan dalam berfikir dan bertindak.
 
Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) telah berlangsung sejak lama. Pilkades dijadikan sokoguru dalam memilih langsung presiden, gubernur dan bupati/walikota. Pada saat ini memilih langsung pimpinan oleh rakyat menjadi kebanggaan tersendiri bangsa ini. Tapi ternyata memilih langsung pimpinan oleh rakyat bukan jaminan lahirnya kepemimpinan yang berkualitas. Pilkades yang dijadikan sokogurunya sudah berbeda. Pilkades sekarang dengan pilkades dulu pasti berbeda. Pilkades dulu diatur oleh aturan yang dibuat oleh Desa, semantara sekarang Pilkades diatur oleh aturan dari atasannya,  aturan bupati, gubernur dan UU. Pilkades yang semula lugu sekarang menjadi beringas penuh intrik dan jurus licik.
Nyata: yang kalah kalap. Mengamuk dengan berbagai dalih. Bertindak anarkis. Tidak cukup mulut teriak tenggorokan kerontang. Tinju palu tendang lempar menjadi jurus utama. Tidak kena orangnya bendanya jadi sasaran. Yang diincar muka yang kena jendela kaca. Membabi buta bagai gajah kelaparan.
 
Fakta lain: Suami menyeraikan istrinya, karena sang istri berbeda pilihan dengan suaminya. Ada lagi seorang penggarap tanah yang diusir oleh tuan tanahnya karena berbeda pilihan. Ajengan di selatan membuat fatwa: Haram memilih no 9 sedangkan Ulama yang di utara membuat fatwa haram memilih kecuali no 9. Yang lebih parah adalah seorang dukun paraji dengan seorang ibu hamil,:
Dukun pariji: “ Dengekeun ku sia anjhig lamun sia teu nyolok no x ku aing moal diparijian…..”
Ibu Hamil: “ Paduli teuing teu diparajian ku sia oge…. boga duit mah aing rek ka bidan”
Astaghfirullohal ‘adhim. Kita yang mendengarnya beristighfar…. Sampai sejuah itu fanatisme warga terhadap apa yang mereka dukung,  dalam hal ini kepala desa.
 
Betulkah pilkades melahirkan kades yang berkualitas?
Tidak benar bahwa pilkades menjadi jaminan lahirnya kades yang berkualitas. Sebab kualitas tidak bisa ditentukan dengan kuantitas. Sangat riskan untuk menerjemahkan keunggulan angka adalah sama dan sebangun dengan keunggulan kepemimpinan. Kades terpilih adalah calon kades yang paling banyak meraih coblosan terbanyak. Angka itulah yang mengantar dia menjadi nomor satu. Kualitas apa yang diukur dari sang kadesnya itu sendiri.
Gambarannya seperti ini: A, B, C ikut lomba lari. Pemenangnya adalah si B misalnya. Jelas itu menunjukkan bahwa si B yang paling cepat larinya. Jadi ada yang diukur dari si B, yaitu kecepatan, waktu. Bukan penonton yang memvoting atau panitia yang memilih. Kecepatan berlari adalah kualitas. Jumlah waktunya sendiri adalah kuantitas.
Dalam pilkades tidak ada yang diukur dari calon kadesnya itu sendiri. Adapun suara atau jumlah angka itu adalah perbuatan penonton kalau dalam contoh lomba lari tadi. Dalam pilkades yang menentukan adalah selera rakyat. Kalau rakyatnya suka mengemis, tentu pengemis lah yang akan jadi kadesnya. Jika rakyatnya suka mencuri tentu gembong maling yang akan menjadi kades. Jika rakyatnya doyan selingkus tentu …… dst.
Fakta lain: banyak Kades yang berubah watak. Watak baik sebelum menjadi kades ludes setelah semenit duduk di kursi kades. Jabatan telah mengubah watak. Pun demikian uang bisa mengubah sikap seseorang. Pendukung wajar kecewa jika kades yang mereka dukung ternyata berubah sikap. Sebelum menjadi kades idola masyarakat, eh setelah jadi kades malah disumpah serapah warga. Kenapa dipilih? Karena dulu sebelum jadi kades ia itu memang baik dan santun, namun sayang setelah menjadi kades mengapa jadi gerayangan sabet sana sabet sini uang pajak masuk saku dana bantuan jadi akuannya (miliknya). Tidak sedikit warga menyesal kareana telah memilihnya.
Atau jangan-jangan berubahan watak itu disebabkan sistem birokrasi dan pemerintahan yang tidak kondusif. Berbohong tidak bisa dielakkan, berdusta jadi biasa, memalsu tanda tangan bisa bisa saja, mengoleksi stempel toko ratusan di laci untuk melengkapi SPJ. Bisa jadi seperti itu, lingkungan tidak mendukung ke arah kebaikan. Seorang ajengan sampai  minta maaf dan ampun berkali kali kepada warga karena ia menolak dicalonkan lagi menjadi kades kedua kalinya…… “Bukan tempat yang cocok untuk saya saat ini mah” ungkapnya.
 

10 November 2011

Kupinjam Hatimu


Kupinjam Hatimu

Kupinjam hatimu 
Karena hatiku sudah tak bergetar lagi 
manakala menatap Asma Alloh yang bertebaran di alam raya.

Kan kupinjam hatimu walau sesaat saja 
agar merasakan getaran-getaran suci 
tatkala memandang Asma Alloh di jagat raya.

Kupinjam hatimu 
Karena hatiku sudah tak tersayat lagi 
manakala menatap lara hamba

Kan kupinjam hatimu 
walau sedetik saja 
agar merasakan kepedihan derita kehidupan

Kupinjam hatimu 
karena hatiku sudah tak merasa risi 
berjalan di rimba dosa

Kan kupinjam hatimu 
sekejap saja tuk merasakan 
malu melabrak aturan hidup

Kan kupinjam hatimu
Kupinjam hatimu saja
Sampai hatiku sama bersama hatimu

Kiara 25-10-11, 23:35

07 November 2011

Dialog Koruptor dan Koruptowati



Koruptowati : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptor     : Lho Kok tahu?
Koruptowati : Karena kamu sudah mentipikorkan hatiku

Koruptor     : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptowati : Lho Kok tahu?
Koruptor : Karena kamu sudah menggayus di hatiku

Koruptor     : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptowati : Lho Kok tahu?
Koruptor : Karena kamu sudah memarkup hatiku

Koruptowati : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptor     : Lho Kok tahu?
Koruptowati : Karena kamu sudah menggelapkan hatiku

Koruptor      : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptowati : Lho Kok tahu?
Koruptor : Karena kamu sudah menipu hatiku

Koruptowati : Kamu dari Indonesia ya?
Koruptor      : Lho Kok tahu?
Koruptowati : Karena kamu sudah membekukan hatiku


05 September 2011

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


Bidang Studi            :  Fiqih
Kelas / Semester     :  VII/I
Tahun Ajaran           :  2010-2011
Alokasi Waktu         :  2 x 35 menit (1 x pertemuan)

Standar Kompetensi
  1. Melaksanakan tatacara berdzikir dan berdo’a setelah shalat
       Kompetensi Dasar
4.1  Menjelaskan tata cara berdzikir dan berdo’a setelah solat

      Indikator
4.1.1  Menjelaskan pengertian dzikir dan do’a
4.1.2  Mengemukakan manfaat dzikir dan do’a
4.1.3  Melafalkan dzikir dan do’a

     A. Tujuan Pembelajaran
·         Siswa dapat menjelaskan pengertian dzikir dan do’a
·         Siswa dapat mengemukakan manfaat dzikir dan do’a
·         Siswa mampu melafalkan dzikir dan do’a

     B. Materi Pembelajaran
·         Pengertian dzikir menurut bahasa adalah menyebut atau mengingat.
Adapun pengertian dzikir menurut istilah adalah menyebut dan mengingat Allah SWT baik secara rahasiah dalam hati ataupun secara terang-terangan di ucapkan.
Dalam QS Al-Ahzab ayat 41-42 ayat yang memerintahakan dan menjelaskan tentang dzikir.
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang” (Al – Ahzab : 41-42)
·         Pengertian Do’a adalah permohonan yang di ajukan kepada Allah SWT secara langsung tanpa perantara dengan maksud agar segala urusan senantiasa mendapt pertolongan dan Rahmat dari Allah SWT, dijelaskan  dalam QS Al-Mu’min ayat 60.
  
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam Keadaan hina dina". (Al – Mu’min : 60)

Selengkapnya silahkan download RPP MTS FIQIH

24 April 2011

7 Tempat Roh Manusia Setelah Meninggal

Abu Bakar , telah ditanya tentang kemana roh pergi setelah ia keluar dari jasad. Maka berkata Abu Bakar rodiyallohu anhu: ”Roh itu menuju ke 7 (tujuh) tempat :

1.Surga Adnin adalah tempat Roh para Nabi dan Rosul.
2.Surga Firdaus tempat Roh para ulama.
3.Surga illiyyin tempat Roh mereka yang berbahagia
4.Roh para syuhada’ berterbangan seperti burung di surga mengikut kehendak mereka.
5.Roh para mu’min yang berdosa akan terkatung katung di udara tidak di bumi dan tidak di langit sampai hari Qiamat.
6.Roh anak-anak orang yang beriman akan berada di gunung dari minyak misik.
7.Roh orang-orang kafir akan berada dalam Neraka Sijjin, mereka kelak disiksa berserta jasad barunya hingga sampai hari Qiamat.”

Artikel lainnya:
Tanda-tanda ajal kan datang
wordpress hosting